Pengertian
Benigne Prostat Hyperplasia
Benigne Prostat Hyperplasia adalah
pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa
atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler
yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr
Soetomo, 1994 : 193).
Etiologi/Penyebabnya
Penyebab yang pasti dari terjadinya
Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti,
tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia
yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa
hipotesa yang diduga timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain :
1.
Hipotesis
Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan
reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostatmengalami hiperplasia.
2.
Ketidak
seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria
terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan
estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3.
Interaksi
stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor
atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth faktor beta
menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4.
Penurunan
sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5.
Teori
stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan
proliferasi sel transit.
(Roger Kirby, 1994 : 38).
Anatomi Dan Fisiologi Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah
kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra posterior dan disebelah
proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar
prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot
dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah
kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm,
dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat
terdiri dari :
·
Jaringan
Kelenjar ® 50 -
70 %
·
|
·
Kapsul/Musculer
Kelenjar prostat menghasilkan cairan
yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah
mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma.
Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan
prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis
akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30
% dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi
adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang
abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada
proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran
kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki
usia lanjut.
Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur,
kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas
ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal.
Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan
buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi
yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa :
Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan
difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai
keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS
(Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat
Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna.
Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini
disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan
kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan
serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga
tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali
Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan
intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan
haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan
ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai
Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan
rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia
urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan
buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup
menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak
mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine
yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 :
11).
Gejala Benigne Prostat Hyperplasia
Gejala
klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Gejala
Obstruktif yaitu :
a.
Hesitansi
yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
b.
Intermitency
yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan
otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya
miksi.
c.
Terminal
dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d.
Pancaran
lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu
untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e.
Rasa
tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2.
Gejala
Iritasi yaitu :
a.
Urgency
yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b.
Frekuensi
yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.
c.
Disuria
yaitu nyeri pada waktu kencing.
Derajat
Benigne Prostat Hyperplasia
Benigne Prostat Hyperplasia terbagi
dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
1.
Derajat
satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine
kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2.
Derajat
dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,
panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol,
batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40
gram.
3.
Derajat
tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine
lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4.
Derajat
empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal
seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
Pengkajian
Riwayat
Keperawatan
·
Suspect
BPH ® umur
> 60 tahun
·
Pola
urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
·
Gejala
obstruksi leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran, melemah,
intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi dan noctoria
tak disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.
·
BPH
® hematuri
1.
Pemeriksaan
Fisik
·
Perhatian
khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis
menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
·
Distensi
kandung kemih
·
Inspeksi
: Penonjolan pada daerah supra pubik ® retensi urine
·
Palpasi
: Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang
air kecil ® retensi
urine
·
Perkusi
: Redup ® residual
urine
·
Pemeriksaan
penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus,
striktur uretra, batu uretra/femosis.
·
Pemeriksaan
Rectal Toucher (Colok Dubur) ®
posisi knee chest
Syarat : buli-buli kosong/dikosongkan
Tujuan : Menentukan konsistensi prostat
Menentukan besar prostat
2.
Pemeriksaan
Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan
untuk
a.
Menentukan
volume Benigne Prostat Hyperplasia
b.
Menentukan
derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c.
Mencari
ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat Hyperplasia
atau tidak
3.
Beberapa
Pemeriksaan Radiologi
a.
Intra
Vena Pyelografi ( IVP )
: Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai
urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b.
BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan
pada renal
c.
Retrografi
dan Voiding Cystouretrografi
: untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d.
USG : Untuk menentukan volume urine,
volume residual urine dan menilai pembesaran prostat jinak/ganas
4.
Pemeriksaan
Endoskopi.
5.
Pemeriksaan
Uroflowmetri
Berperan penting dalam
diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buli
Q max :
> 15 ml/detik ®
non obstruksi
10 - 15 ml/detik ® border line
< 10 ml/detik ® obstruktif
6.
Pemeriksaan
Laborat
·
Urinalisis
(test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K,
Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin,
spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.
·
RFT
® evaluasi fungsi renal
·
Serum
Acid Phosphatase ®
Prostat Malignancy
Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
1.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi (retensio urine) baik akut maupun kronis
berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostat/dekompresi otot
detrussor ditandai dengan urine menetes, sering buang air kecil, buang air
kecil sedikit-sedikit tidak bisa mengosongkan kandung kencing secara total,
distensi kandung kencing.
2.
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iritasi mukosa/distensi kandung
kencing/kolik renal/infeksi saluran kencing ditandai dengan keluhan nyeri
spasme kandung kemih, perubahan tonus otot, merintih kesakitan.
3.
Cemas
berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status kesehatan serta
penurunan kemampuan sexual ditandai dengan peningkatan tensi, ungkapan rasa
takut
4.
Dysfungsi
sexual berhubungan dengan obstrusi perkemihan.
5.
Kurang
pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan
pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi /terbatasnya
informasi/informasi yang keliru ditandai dengan pasien sering bertanya,
perintah yang tidak dituruti dan perkembangan infeksi tidak dapat dicegah.
6.
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan sering miksi pada malam hari
7.
Resiko
injury dan resiko infeksi berhubungan dengan obstruksi perkemihan
8.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan Dower Cateter yang lama
Diagnosa Keperawatan Post Operasi
1.
Terjadinya perdarahan berhubungan
dengan
tindakan bedah (reseksi).
2.
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat reseksi
3.
Cemas berhubungan dengan proses
penyakitnya yang masih dapat kambuh lagi.
4.
Resiko terjadinya retensi urine
berhubungan dengan obstruksi saluran kateter oleh bekuan darah/klot.
5.
Resiko terjadinya kelebihan cairan
dalam tubuh (Syndroma TUR) berhubungan dengan adanya penyerapan cairan irigasi
yang berlebihan.
Perencanaan/Penatalaksanaan
Tujuan: klien tidak akan
mengalami berbagai komplikasi dari pengobatan retensi Urine.
Intervensi:
A Non
Pembedahan
1.
Memperkecil
gejala obstruksi ®
hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat.
1)
Prostatic
massage
2)
Frekuensi
coitus meningkat
3)
Masturbasi
2.
Menghindari
minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic mencegah
oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor menurun.
3.
Menghindari
obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti histamin,
decongestan.
4.
Observasi
Watchfull Waiting
Yaitu pengawasan
berkala/follow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan
klien
Indikasi : BPH dengan IPPS Ringan
Baseline data normal
Flowmetri non obstruksi
5.
Terapi
medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan
pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa
disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra
indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan berasal dari
Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a.
Fito
Terapi
a)
Hypoxis
rosperi (rumput)
b)
Serenoa
repens (palem)
c)
Curcubita
pepo (waluh )
b.
Pemberian
obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :
a)
Inhibitor
5 alfa reduktase
b)
Anti
androgen
c)
Analog
LHRH
c.
Pemberian
obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretra-prostatika : Prazosin,
Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin
6.
Bila
terjadi retensi urine
a.
Kateterisasi
® Intermiten
Indwelling
b.
Dilakukan
pungsi blass
c.
Dilakukan
cystostomy
7.
Prostetron
(Trans Uretral Microwave Thermoterapy/TUMT)
B. Pembedahan
1.
Trans
Uretral Reseksi Prostat : 90 -
95 %
2.
Open
Prostatectomy : 5
- 10 %
BPH yang besar (50 - 100 gram) ® Tidak habis direseksi dalam 1 jam.
Disertai Batu Buli Buli Besar
(>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas
Pembedahan BPH
0
- 1 % KAUSA
: Infark Miokatd
Septikemia dengan Syok
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 –
95 %
Indikasi Pembedahan BPH
ü
Retensi
urine akut
ü
Retensi
urine kronis
ü
Residual
urine lebih dari 100 ml
ü
BPH
dengan penyulit
v
Hydroneprosis
v
Terbentuknya
Batu Buli
v
Infeksi
Saluran Kencing Berulang
v
Hematuri
berat/berulang
v
Hernia/hemoroid
v
Menurunnya
Kualitas Hidup
v
Retensio
Urine
v
Gangguan
Fungsi Ginjal
ü
Terapi
medikamentosa tak berhasil
ü
Sindroma
prostatisme yang progresif
ü
Flow
metri yang menunjukkan pola obstruktif
v
Flow.
Max kurang dari 10 ml
v
Kurve
berbentuk datar
v
Waktu
miksi memanjang
Kontra Indikasi
·
IMA
·
CVA
akut
Tujuan :
·
Mengurangi
gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli
·
Memperbaiki
kualitas hidup
1)
Trans
Uretral Reseksi Prostat ®
90 - 95 %
Dilakukan bila pembesaran pada lobus
medial.
Keuntungan :
·
Lebih
aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan
·
Tak
perlu insisi pembedahan
·
Hospitalisasi
dan penyebuhan pendek
Kerugian :
·
Jaringan
prostat dapat tumbuh kembali
·
Kemungkinan
trauma urethra ®
strictura urethra.
2)
Retropubic
Atau Extravesical Prostatectomy
® Prostat terlalu besar tetapi tak ada
masalah kandung kemih
3)
Perianal
Prostatectomy
ü
Pembesaran
prostat disertai batu buli-buli
ü
Mengobati
abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif
ü
Memperbaiki
komplikasi : laserasi kapsul prostat
4)
Suprapubic
Atau Tranvesical Prostatectomy
PRE
OPERATIF CARE
Mengkaji kecemasan klien,
mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan informasi yang akurat
pada klien
·
Type
pembedahan
·
Jenis
anesthesi ® TUR – P,
general / spina anesthesi
·
Cateter
: folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).
Persiapan orerasi lainnya yaitu :
·
Pemeriksaan
lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
·
Pemeriksaan
EKG
·
Pemeriksaan
Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
·
Pemeriksaan
Uroflowmetri ® Bagi
penderita yang tidak memakai kateter.
·
Pemasangan
infus dan puasa
·
Pencukuran
rambut pubis dan lavemen.
·
Pemberian
Anti Biotik
·
Surat
Persetujuan Operasi (Informed Concern).
POST
OPERATIF CARE
Post operatif care pada dasarnya sama
seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan
kesadaran pasien :
1. Airway : Bebaskan jalan fafas, Posisi kepala
ekstensi
2. Breathing : Memberikan O2 sesuai
dengan kebutuhan, Observasi pernafasan
3. Cirkulasi : mengukur tensi, nadi,
suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine pada fase awal (6jam)
paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat. Bila pada fase awal
stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali. Bila tensi turun, nadi meningkat
(kecil), produksi urine merah pekat harus waspada terjadinya perdarahan ® segera cek Hb dan lapor dokter. Tensi
meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium menurun, gelisah atau delir
harus waspada terjadinya syndroma TUR ® segera lapor dokter. Bila produksi
urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh
bekuan darah ® terjadi
retensi urine dalam buli-buli ® lapor dokter, spoling dengan PZ
tetesan tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah
jernih tetesan spoling hanya maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih
merah spoling diteruskan sampai urine jernih. Bila perlu Analisa Gas Darah Apakah
terjadi kepucatan, kebiruan. Cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.
4.
Pemberian
Anti Biotika
ü
Antibiotika
profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril.
Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.
ü
Antibiotik
terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur urine
positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral
diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik
profilaksis untuk mencegah septicemia.
3.
Perawatan
Kateter
Kateter uretra yang
dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang (treeway
catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut gunanya :
1.
untuk
mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan
2.
untuk
melakukan irigasi/spoling
3.
untuk
keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).
Setelah 6 jam pertama
sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah satu
paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg. Paha ini tidak boleh
fleksi selama traksi masih diperlukan.
Paling lambat pagi harinya
traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha bagian proximal/ke
arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal.
Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang diambil
mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi,
dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spoling/irigasi :
1.
Agar
jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2.
Mencegah
pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3.
Cairan
yang digunakan spoling H2O / PZ
Kecepatan irigasi
tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan warna
urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih,
maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima.
Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita. Bisa atau
tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan
uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine
lagi setelah kateter dilepas :
1.
Terbentuknya
bekuan darah
2.
Pengerokan
prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
A.
TUR
– P
Setelah TUR – P klien dipasang tree
way folley cateter dengan retensi balon 30 – 40 ml. Kateter di tarik untuk
membantu hemostasis. Intruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder
Otot bladder kontraksi ®
nyeri spasme. CBI (Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin ® mencegah obstruksi atau komplikasi
lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnya. Ketika kateter
diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran ® normal. Post TUR – P : urine
bercampur bekuan darah, tissue debris ® meningkat ® intake cairan minimal 3000 ml/hari ® membantu menurunkan disuria dan
menjaga urine tetap jernih.
B.
OPEN
PROSTATECTOMY
Resiko post operative bleeding pada 24
jam pertama oleh karena bladder spsme atau pergerakan. Monitor out put urine
tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam. Arterial bleeding ® urine kemerahan (saos) + clotting. Venous
bleeding ® urine
seperti anggur ®
traction kateter. Vetropubic prostatectomy. Observasi : drainage purulent,
demam, nyeri meningkat ®
deep wound infection, pelvic abcess.Suprapubic prostatectomy
ü
Perlu
Continuous Bladder Irigation via suprapubic ® klien diinstruksikan tetap tidur
sampai Continuous Bladder Irigation dihentikan
ü
Kateter
uretra diangkat hari 3 – 4 post op
ü
Setelah
kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh miksi dan
dicek residual urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter diangkat
EVALUASI
Kreteria
yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan obstruksi urinari
adalah :
1.
Mengatasi
obstruksi urine tanpa infeksi atau komplikasi yang permanen
2.
Tidak
mengalami tekanan atau nyeri berkepanjangan
3.
Mengungkapkan
penurunan atau tak adanya kecemasan tentang retensio urine.
4.
Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali
sebagaimana sebelumnya.
askep yang bagus...
ReplyDeleteupdate terus ya...
salam sejawat...
saya minta pendapat kepada NANDA ada hal yang ingin saya tanyakan mengenai asuhan keperawatan pada pengkajian data.
ReplyDeleteuntuk pengkajian data PQRST dalam poses dokumentasi di taruh pada riwayat penyakit saat ini atau di taruh di keluhan utama????
tolong jawabannya.
Man's lives, such as uncontrolled huge amounts, definitely not while countries furthermore reefs, challenging to seismic disturbance upward perfect apply. BPH
ReplyDelete